A.
Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara ini Lahir di Yogyakarta pada
tanggal 2 Mei 1889.Terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat.
Beliau berasal dari lingkungan keluarga kraton Yogyakarta. Raden Mas Soewardi
Soeryaningrat, saat beliau berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka,
kemudia beliau berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Semenjak saat itu,
beliau tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini
dimaksudkan supaya beliu dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik
maupun hatinya.
Perjalanan hidup beliau benar-benar diwarnai perjuangan
dan pengabdian demi kepentingan bangsanya. Beliau menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda)
Kemudian sempat melanjut ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tapi beliau tidak sampai tamat karena karena beliau pada waktu itu sakit. Kemudian
beliau bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar antara lain Sedyotomo,
Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan
Poesara. Pada masa itu, beliau tergolong
sebagai penulis handal. Tulisan-tulisannya sangat komunikatif, tajam dan
patriotik sehingga mampu membangkitkan semangat antikolonial bagi pembacanya.
Selain ulet sebagai seorang wartawan muda, beliau juga aktif dalam organisasi sosial dan
politik. Pada tahun 1908, beliau aktif
di seksi propaganda Boedi Oetomo untuk mensosialisasikan dan menggugah
kesadaran masyarakat Indonesia pada waktu itu mengenai pentingnya persatuan dan
kesatuan dalam berbangsa dan bernegara.
Kemudian, bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja
Setyabudhi) dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo, beliau mendirikan Indische Partij (partai politik
pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) pada tanggal 25 Desember 1912
yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka.
Kemudian setelah ditolaknya pendaftaran status badan hukum
Indische Partij ia pun ikut membentuk Komite Bumipoetra pada November 1913.
Komite itu sekaligus sebagai komite tandingan dari Komite Perayaan Seratus
Tahun Kemerdekaan Bangsa Belanda. Komite Boemipoetra itu melancarkan kritik
terhadap Pemerintah Belanda yang bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya
negeri Belanda dari penjajahan Prancis dengan menarik uang dari rakyat
jajahannya untuk membiayai pesta perayaan tersebut.
Sehubungan dengan rencana perayaan itu, ia pun mengkritik
lewat tulisan berjudul Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang
Belanda) dan Een voor Allen maar Ook Allen voor Een (Satu untuk Semua, tetapi
Semua untuk Satu Juga). Tulisan Seandainya Aku Seorang Belanda yang dimuat dalam
surat kabar de Expres milik dr. Douwes Dekker itu antara lain berbunyi: "Sekiranya
aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di
negeri yang kita sendiri telah merampas kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan
pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si
inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu.
Pikiran
untuk menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menghina mereka dan sekarang
kita garuk pula kantongnya. Ayo teruskan penghinaan lahir dan batin itu! Kalau
aku seorang Belanda. Apa yang menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku
terutama ialah kenyataan bahwa bangsa inlander diharuskan ikut mengongkosi
suatu pekerjaan yang ia sendiri tidak ada kepentingannya sedikitpun". Akibat
karangannya itu, pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg
menjatuhkan hukuman tanpa proses pengadilan, berupa hukuman internering (hukum buang) yaitu sebuah hukuman
dengan menunjuk sebuah tempat tinggal yang boleh bagi seseorang untuk bertempat
tinggal. Ia pun dihukum buang ke Pulau Bangka.
Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo merasakan rekan
seperjuangan diperlakukan tidak adil. Mereka pun menerbitkan tulisan yang
bernada membela Soewardi. Tetapi pihak Belanda menganggap tulisan itu menghasut
rakyat untuk memusuhi dan memberontak pada pemerinah kolonial. Akibatnya
keduanya juga terkena hukuman internering. Douwes Dekker dibuang di Kupang dan
Cipto Mangoenkoesoemo dibuang ke pulau Banda.
Setelah pulang dari pengasingan, bersama rekan-rekan
seperjuangannya, beliau pun mendirikan
sebuah perguruan yang bercorak nasional, Nationaal Onderwijs Instituut
Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa) pada 3 Juli 1922. Perguruan ini
sangat menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka
mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan.
Tidak sedikit rintangan yang dihadapi dalam membina Taman
Siswa. Pemerintah kolonial Belanda berupaya merintanginya dengan mengeluarkan
Ordonansi Sekolah Liar pada 1 Oktober 1932. Tetapi dengan kegigihan
memperjuangkan haknya, sehingga ordonansi itu kemudian dicabut.
Di tengah keseriusannya mencurahkan perhatian dalam dunia
pendidikan di Tamansiswa, ia juga tetap rajin menulis. Namun tema tulisannya
beralih dari nuansa politik ke pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan.
Tulisannya berjumlah ratusan buah. Melalui tulisan-tulisan itulah dia berhasil
meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia.
Sementara itu, pada zaman Pendudukan Jepang, kegiatan di bidang
politik dan pendidikan tetap dilanjutkan. Waktu Pemerintah Jepang membentuk
Pusat Tenaga Rakyat (Putera) dalam tahun 1943, Ki Hajar duduk sebagai salah
seorang pimpinan di samping Ir. Soekarno, Drs. Muhammad Hatta dan K.H. Mas Mansur.
B. Kiai Hasyim
Kiai Hasyim dilahirkan pada hari
Selasa Kliwon, tanggal 24 Dzul-qa’dah 1287 hijriah bertepatan dengan 14
Februari 1871 Masehi. Sedari kecil sudah terlihat beberapa perihal yang
menunjukkan bahwa kelak Ia akan menjadi tokoh besar Indonesia bahkan dunia. Itu
semua tidak lepas dari peran seorang Ibu (Nyai Halimah) yang sejak mengandung
telah berpuasa untuk Kiai Hasyim. (hal. 7) Sedari kecil Kiai Hasyim telah
diajarkan untuk mencintai ilmu pengetahuan, dan itu berlanjut sampai ia menjadi
ulama besarpun ia masih mau menimba ilmu.
Kehidupan Kiai Hasyim tidaklah
seperti yang kita bayangkan, kesederhanaan menjadi pegangan utama bagi Kiai
Hasyim. Sejak masih remaja, Kiai Hasyim dikenal sebagai anak muda yang
berpandangan relegius dan berorientasi ukhrawi. Beliau terbiasa melakukan olah
batin dengan berpuasa guna mencegah hawa nafsu. Kebiasaan ini beliau warisi
dari sang Ibu, Nyai Halimah. Sekalipun tak puasa, beliau jarang makan. Paling
banyak, beliau makan sehari dua kali, yaitu sarapan pagi dengan secangkir kopi
susu serta makan malam usai mengajar. Beliau jarang makan siang, kecuali jika
kebetulan ada tamu dan beliau bermaksud menghormatinya dengan menemani makan
siang. (hal 23) Konon, ketika istri beliau yang ketujuh masih hidup, setiap
hari sang nyai menyediakan nasi dan lauk-pauk yang cukup untuk menghormati
sekurang-kurangnya 50 orang tamu. (hal. 31) Dari segi pemikiran, Kiai Hasyim
berbeda pandangan dengan sebagian ulama semasanya yang terkadang bercorak
sinkretik, karena Kiai Hasyim dalam soal agama lebih berpikir puritan. (hal.
33) Sebagai pendiri Nahdlatul Ulama, beliau sangat mengedepankan Al-Qur’an dan
Al-Hadits dalam mengungkapkan pemikirannya. Menurut beliau puncak keberagamaan
dan jenjang kerohanian tertinggi hanya dapat dicapai melalui proses pentahapan
yang urut, dan syanat, tarekat hingga hakikat. Karena ketiganya saling berkait,
maka ketika seseorang mencapai hakikat bukan berarti syariatnya gugur. Itu
sebabnya beliau mengecam anggapan sebagian orang yang menyatakan, bila telah menjadi
wali, mereka tidak perlu menjalankan syariat. (hal. 33-34). Pemikiran Kiai
Hasyim akan tata cara pengamalan agama yang benar dapat dibaca pada karyanya
Tamyiz al Haqq ’an Al Bathil dan Ad Duror Al Muntatsiroh.
Di samping itu, dalam hal pendidikan
beliau menyumbangkan pemikirannya yang tertuang dalam kitab adab Al Aim wa Al
Muta’allim, kitab ini adalah adaptasi dari karya Ibnu Jamaah al-Kinani yang
bertajuk Tadzkirot As Sami’ wa Al Mutakallim. Di zaman yang sangat patriarkhi,
Kiai Hasyim begitu menghargai perempuan. Beliau tidak sepakat dengan opini
masyarakat awam Jawa yang menyatakan bahwa wanita sekedar konco wingking dan
tidak memerlukan pendidikan. Bagi Kiai Hasyim, sebagaimana dijelaskan dalam
Al-Qur’an bahwa pendidikan itu wajib hukumnya bagi laki-laki dan perempuan
muslim. Hal ini dinyatakannya dalam forum pada muktamar NU dan menjadi landasan
berdirinya pondok pesantren yang khusus didirikan untuk anak remaja putri. Mengenai
alasan beliau membela kaumnperempuanndapatndibacandalamnkaryanyanZiyadahnTa’liqat.
Pada arena politik, beliau berjuang menggugah masyarakat supaya menyadari hak-hak politik mereka untuk hidup merdeka dan bebas dari penjajahan. Menurut beliau, kolonialisme asing hanya bisa dilawan dengan gerakan kebangkitan nasional. Ini pulalah yang kemudian melandasi beliau dan sejumlah kiai untuk mendirikan Jam’iyyah Nahdlatul Ulama (NU) yang berdiri pada tanggal 31 Januari 1926. Namun, hal yang tak kalah pentingnya untuk dikaji adalah peran Kiai Hasyim dalam merebut kemerdekaan. Hal inilah yang kiranya mulai terlupakan, atau sengaja dilupakan oleh para ahli sejarah Indonesia. Padahal, perjuangan Kiai Hasyim telah dimulainya semenjak ia masih berada di Mekkah untuk menuntut ilmu, dan terus berlanjut hingga ia mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng.
Pada arena politik, beliau berjuang menggugah masyarakat supaya menyadari hak-hak politik mereka untuk hidup merdeka dan bebas dari penjajahan. Menurut beliau, kolonialisme asing hanya bisa dilawan dengan gerakan kebangkitan nasional. Ini pulalah yang kemudian melandasi beliau dan sejumlah kiai untuk mendirikan Jam’iyyah Nahdlatul Ulama (NU) yang berdiri pada tanggal 31 Januari 1926. Namun, hal yang tak kalah pentingnya untuk dikaji adalah peran Kiai Hasyim dalam merebut kemerdekaan. Hal inilah yang kiranya mulai terlupakan, atau sengaja dilupakan oleh para ahli sejarah Indonesia. Padahal, perjuangan Kiai Hasyim telah dimulainya semenjak ia masih berada di Mekkah untuk menuntut ilmu, dan terus berlanjut hingga ia mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng.
C. K. H. Hasyim Asy’ari
Nama lengkap K. H. Hasyim Asy’ari
adalah Muhammad Hasyim Asy’ari ibn ‘Abd Al-Wahid. Ia lahir di Gedang, sebuah
desa di daerah Jombang, Jawa Timur, pada hari selasa kliwon 24 Dzu Al-Qa’idah
1287 H. bertepatan dengan tanggal 14 Februari 1871. Asal-usul dan keturunan K.H
M.Hasyim Asy’ari tidak dapat dipisahkan dari riwayat kerajaan Majapahit dan
kerajaan Islam Demak. Salasilah keturunannya, sebagaimana diterangkan oleh K.H.
A.Wahab Hasbullah menunjukkan bahawa leluhurnya yang tertinggi ialah neneknya
yang kedua iaitu Brawijaya VI. Ada yang mengatakan bahawa Brawijaya VI adalah
Kartawijaya atau Damarwulan dari perkahwinannya dengan Puteri Champa lahirlah
Lembu Peteng (Brawijaya VII).
Menurut penuturan ibunya, tanda
kecerdasan dan ketokohan Hasyim Asy’ari sudah tampak saat ia masih berada dalam
kandungan. Di samping masa kandung yang lebih lama dari umumnya kandungan,
ibunya juga pernah bermimpi melihat bulan jatuh dari langit ke dalam
kandungannya. Mimpi tersebut kiranya bukanlah isapan jempol dan kembang tidur
belaka, sebab ternyata tercatat dalam sejarah, bahwa pada usianya yang masih
sangat muda, 13 tahun, Hasyim Asy’ari sudah berani menjadi guru pengganti
(badal) di pesantren untuk mengajar santri-santri yang tidak jarang lebih tua
dari umurnya sendiri. Bakat kepemimpinan Kiai Hasyim sudah tampak sejak masa
kanak- kanak. Ketika bermain dengan teman-teman sebayanya, Hasyim kecil selalu
menjadi penengah. Jika melihat temannya melanggar aturan permainan, ia akan
menegurnya.
Dia membuat temannya senang bermain,
karena sifatnya yang suka menolong dan melindunginsesama.
Semasa hidupnya, ia mendapatkan pendidikan dari ayahnya sendiri, terutama
pendidikan di bidang ilmu-ilmu Al-Qur’an dan literatur agama lainnya. Setelah
itu, ia menjelajah menuntut ilmu ke berbagai pondok pesantren, terutama di
Jawa, yang meliputi Shone, Siwilan Buduran, Langitan Tuban, Demangan Bangkalan,
dan Sidoarjo, ternyata K. H. Hasyim Asy’ari merasa terkesan untuk terus
melanjutkan studinya. Ia berguru kepada K. H. Ya’kub yang merupaka kiai di
pesantren tersebut. Kiai Ya’kub lambat laun merasakan kebaikan dan ketulusan
Hasyim Asy’ari dalam perilaku kesehariannya, sehingga kemudian ia
menjodohkannya dengan putrinya, Khadijah. Tepat pada usia 21 tahun, tahun 1892,
Hasyim Asy’ari melangsungkan pernikahan dengan putri K. H. Ya’kub tersebut.
PemkirannK.nH.nHasyimnAsy’arintentangnPendidikan. Pada tanggal 26 Rabi’ Al-Awwal 120 H.
bertepatan 6 Februari 1906 M., Hasyim Asy’ari mendirikan Pondok Pesantren
Tebuireng. Oleh karena kegigihannya dan keikhlasannya dalam menyosialisakan
ilmu pengetahuan, dalam beberapa tahun kemudian pesantren relatif ramai dan
terkenal. Menurut Abu Bakar Aceh yang dikutip oleh editor buku Rais ‘Am
Nahdlatul Ulama hal.153 bahwa KH. Hasyim Asy’ari mengusulkan sistem pengajaran
di pesantren diganti dari sistem bandongan menjadi sistem tutorial yang
sistematis dengan tujuan untuk mengembangkan inisiatif dan kepribadian para
santri.
Namun hal itu ditolak oleh ayahnya,
Asy’ari dengan alasan akan menimbulkan konflik di kalangan kiai senior. Pada
tahun 1916 – 1934 Hasyim Asy’ari membuka sistem pengajaran berjenjang. Ada
tujuh jenjang kelas dan dibagi menjadi ke dalam dua tingkatan. Tahun pertama
dan kedua dinamakan siffir awal dan siffir tsani yaitu masa persiapan untuk
memasuki masa lima tahun jenjang berikutnya. Pada siffir awal dan siffir tsani
itu diajarka bahasa Arab sebagai landasan penting pembedah khazanah ilmu
pengetahuan Islam. Kurikulum madrasah mulai ditambah dengan pelajaran-pelajaran
bahasa Indonesia (Melayu), matematika dan ilmu bumi, dan tahun 1926 ditambah
lagi dengan mata pelajaran bahasa Belanda dan sejarah. Kiai Hasyim terkenal
sebagai ulama yang mampu melakukan penyaringan secara ketat terhadap sekian
banyak tradisi keagamaan yang dianggapnya tidak memiliki dasar-dasar dalam
hadis dan ia sangat teliti dalam mengamati perkembangan tradisi ketarekatan di
pulau Jawa, yang nilai- nilainya telah menyimpang dari kebenaran ajaran Islam.
Menurut hasyim Asy’ari, ia tetap
mempertahankan ajaran-ajaran mazhab untuk menafsirkan al-Qur’an dan hadis dan
pentingnya praktek tarikat. Sebagaimana diketahui dalam sejarah pendidikan
Islam tradisional, khususnya di Jawa, peranan kiai Hasyim yang kemudian
terkenal dengan sebutan Hadrat Asy-Syaikh (guru besar di lingkungan pesantren),
sangat besar dalam pembentukan kader-kader ulama pimpinan pesantren. Banyak
pesantren besar yang terkenal, terutama, yang berkembang di Jawa Timur dan Jawa
Tengah, dikembangkan oleh para kiai hasil didikan kiai Hasyim. Beliau
menyebutkan bahwa tujuan utama ilmu pengetahan adalah mengamalkan. Hal itu
dimaksudkan agar ilmu yang dimiliki menghasilkan manfaat sebagai bekal untuk
kehidupan akhirat kelak. Terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam
menuntut ilmu, yaitu : pertama, bagi murid hendaknya berniat suci dalam
menuntut ilmu, jangan sekali-kali berniat untuk hal-hal duniawi dan jangan
melecehkannya atau menyepelikannya. Kedua, bagi guru dalam mengajarkan ilmu
hendaknya meluruskan niatnya terlebih dahulu, tidak mengharapkan materi semata.
Agaknya pemikiran beliau tentang hal tersebut di atas, dipengaruhi oleh
pandangannya akan masalah sufisme (tasawuf), yaitu salah satu persyaratan bagi
siapa saja yang mengikuti jalan sufi menurut beliau adalah “niat yang baik dan
lurus”.
Salah satu karya monumental K. H.
Hasyim Asy’ari yang berbicara tentang pendidikan adalah kitab Adab Al-‘Alim wa
Al-Muta’allum wa ma Yataqaff Al-Mu’allimin fi Maqamat Ta’limih yang dicetak
pertama kali pada tahun 1415 H. sebagaimana umumnya kitab kuning, pembahasan
terhadap masalah pendidikan lebih ditekankan pada masalah pendidikan etika.
Meski demikian tidak menafikan beberapa aspek pendidikan lainnya. Keahliannya
dalam bidang hadits ikut pula mewarnai isi kitab tersebut.
Belajar menurut Hasyim Asy’ari merupakan ibadah untuk mencari ridha Allah, yang mengantarkan manusia untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Karenanya belajar harus diniatkan untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai Islam, bukan hanya untuk sekedar menghilangkan kebodohan.
Belajar menurut Hasyim Asy’ari merupakan ibadah untuk mencari ridha Allah, yang mengantarkan manusia untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Karenanya belajar harus diniatkan untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai Islam, bukan hanya untuk sekedar menghilangkan kebodohan.
D.
Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan lahir di Kauman
(Yogyakarta) pada tahun 1968 dan meninggal pada tanggal 25 Februari 1921. Ia
berasal dari keluarga yang didaktis dan terkenal alim dalam ilmu agama. Ayahnya
bernama K.H. Abu Bakar, seorang imam dan khatib masjid besar KratonYogyakarta.
Sementara ibunya bernama Siti Aminah, putri K.H. Ibrahim yang pernah menjabatNsebagaiNpenghuluNdiNKratonNYogyakarta. Ia adalah putra keempat dari tujuh
bersaudara, yaitu Katib Harum, Mukhsin atau Nur, Haji Shaleh, Ahmad Dahlan,
’Abd Al-Rahim, Muhammad Pakin dan Basir. Semenjak kecil, Dahlan diasuh dan
dididik sebagai putera kiyai. Pendidikan dasarnya dimulai dengan belajar
membaca, menulis, mengaji Al-Qur’an, dan kitab-kitab agama.
Pendidikan ini diperoleh langsung
dari ayahnya. Menjelang dewasa, ia mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu agama
kepada beberapa ulama besar waktu itu. Diantaranya ia K.H. Muhammad Saleh (ilmu
fiqh), K.H. Muhsin (ilmu nahwu), K.H. R. Dahlan (ilmu falak), K.H. Mahfudz dan
Syekh Khayyat Sattokh (ilmu hadis), Syekh Amin dan Sayyid Bakri (qira’at
Al-Qur’an), serta beberapa guru lainya. Dengan data ini, tak heran jika dalam
usia relatif muda, ia telah mampu menguasai berbagai disiplin ilmu keislaman.
Ketajaman intelektualitasnya yang tinggi membuat Dahlan selalui merasa tidak
puas dengan ilmu yang telah dipelajarinya dan terus berupaya untuk lebih
mendalaminya.
Selelah beberapa waktu belajar dengan sejumlah guru, pada tahun 1890 Dahlan berangkat ke Mekkah untuk melanjutkan studinya dan bermukim di sana selama setahun.
Selelah beberapa waktu belajar dengan sejumlah guru, pada tahun 1890 Dahlan berangkat ke Mekkah untuk melanjutkan studinya dan bermukim di sana selama setahun.
Merasa tidak puas dengan hasil
kunjungannya yang pertama, maka pada tahun 1903, ia. berangkat lagi ke Mekkah
dan menetap selama dua tahun. Ketika mukim yang kedua kali ini, ia banyak
bertemu dan melakukan muzakkarah dengan sejumlah ulama Indonesia yang bermukim
di Mekkah. Di antara ulama tersebut adalah; Syekh Muhammad Khatib
al-Minangkabawi, Kiyai Nawawi al-Banteni, Kiyai Mas Abdullah, dan Kiyai Faqih
Kembang. Pada saat itu pula, Dahlan mulai berkenalan dengan ide-ide pembaharuan
yang dilakukan melalui penganalisaan kitab-kitab yang dikarang oleh reformer
Islam, seperti Ibn Taimiyah, Ibn Qoyyim al-Jauziyah, Muhammad bin Abd al-Wahab,
Jamal-al-Din al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan lain sebagainya.
Melalui kitab-kitab yang dikarang oleh reformer Islam, telah membuka wawasan
Dahlan tentang Universalitas Islam. Ide-ide tentang reinterpretasi Islam dengan
gagasan kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah mendapat perhatian khusus Dahlan
saat itu. Sekembalinya dari Mekkah, ia mengganti namanya menjadi Haji Ahmad
Dahlan, yang diambil dari nama seorang mufti yang terkenal dari Mazhab Syafi’i
di Mekkah, yaitu Ahmad b. Zaini Dahlan. Ia membantu ayahnya mengajar pengajian
anak -anak.
Keadaan ini telah menyababkan
pengaruh Ahmad Dahlan semakin luas di masyarakat sehingga ia diberi gelar
“Kiai.” Sebagai seorang kiai, ia dikategorikan sebagai ngulomo (ulama) atau
intelektual. Tidak berapa lama dan kepulangannya ke tanah air, K.H. Ahmad
Dahlan menikah dengan Walidah. Kiai Pcnghulu Haji Fadhil (terkenal dengan Nyai
Ahmad Dahlan)NyangNmendampinginyaNsampaiNakhirNhayat. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, K.H.
Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu, Djohanah, Siradj Dahlan, Siti
Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah. Menurut cacatan sejarah,
sebelumnya K.H. Ahmad Dahlan pernah kawin dengan Nyai ‘Abd Allah, janda dari H.
‘Abd Allah. Ia juga pernah kawin dengan Nyai Rumu (bibi Prof. A. Kahar
Muzakkir) adik pebghulu ajengan penghulu Cianjur.
Dan konon, ia juga pernah kawin
dengan Nyai Solekhah, putrid Kanjeng Penghulu M. Syafi’iNadikNKiaiNYasinNPakuNAlamNYogya. Semenjak
ayahnya wafat, K.H. Ahmad Dahlan diangkat sebagai pengganti ayahnya menjadi
ketib Mesjid Agung Kauman Yogyakarta, karena dianggap memiliki persyaratan yang
secara konvensional disepakti dikalangan masyarakat. Setelah menjadi abdi
dalem, oleh teman seprofesinya dan para kiai, K.H. Ahmad Dahlan diberi gelar
Ketib Amin (khatib yang dapat dipercaya). Disamping jabatan resmi itu, ia juga
berdagang tekstil ke Surabaya, Jakarta bahkan sampai ke tanah seberang (Medan).
Kendatipun sibuk dengan urusan bisnis, ia tetap menambah ilmu dengan mendatangi
ulama serta memperhatikan keadaan umat Islam ditempat yang ia singgahi. Sampai
kemudian K.H. Ahmad Dahlan meninggal duni pada tanggal 25 Februari 1923 M./7
RajabN1340NH.NdiNKaumanNYogyakarta,NdalamNusiaN55Ntahun.
Ide pembaharuan K.H. Ahmad Dahlan
mulai disosialisasikan ketika menjabat khatib di Masjid Agung Kesultanan. Salah
satunya adalah menggarisi lantai Masjid Besar dengan penggaris miring 241/2
derajat ke Utara. Menurut ilmu hisab yang ia pelajari, arah Kiblat tidak lurus
ke Barat seperti arah masjid di Jawa pada umumnya, tapi miring sedikit 241/2
derajat. Perbuatan ini ditentang olen masyarakat, bahkan Kanjeng Kiai Penghulu
memerintahkan untuk menghapusnya. Lalu ia membangun Langgar sendiri di
miringkan arah Utara 241/2 derajat, lagi-lagi Kanjeng Kiai Penghulu turun
¬tangan dengan memerintahkan untuk merobohkannya. K.H. Ahmad Dahlan hampir
putus asa karena peristiwa-peristiwa tersebut sehingga ia ingin meninggalkan
kota kelahirannya. Tetapi saudaranya menghalangi maksudnya dengan membangunkan
langgar yang lain dengan jaminan bahwa ia dapat mengajarkan pengetahuan agama
sesuai dengan apa yang diyakininya.
Peristiwa demi peristiwa tersebut rupanya
menjadi cikal-bakal pergulatan antara pikiran-pikiran baru yang dipelopori oleh
K.H. Ahmad Dahlan dengan pikiran-pikiran yang sudahNmentradisi.
Memang tidak mudah bagi K.H. Ahmad Dahlan untuk menyosialisasikan ide
pembaharuannya yang dibawa dari Timur Tengah. Di samping karena masyarakat
belum siap dengan sesuatu yang dianggap “berbeda” dari tradisi yang ada, juga
karena ia belum punya wadah untuk menyosialisasikan tersebut. Kegagalan Ahmad
Dahlan mengubah arah Kiblat, tidak menyurutkan nyalinya untuk tetap
memperjuangkan apa yang diyakini.
Sesudah peristiwa itu, pada tahun 1903 M. atas biaya Sultan Hamengkubuwono VII, K.H. Ahmad Dahlan dikirim ke Mekkah untuk mempelajari masalah Kiblat lebih mendalam dan menunaikan ibadah haji yang ke dua kalinya. Di sana ia menetap selama dua tahun.
Sesudah peristiwa itu, pada tahun 1903 M. atas biaya Sultan Hamengkubuwono VII, K.H. Ahmad Dahlan dikirim ke Mekkah untuk mempelajari masalah Kiblat lebih mendalam dan menunaikan ibadah haji yang ke dua kalinya. Di sana ia menetap selama dua tahun.
Bahkan ia pernah mengunjungi observatorium di
Lembang untuk menanyakan cara menetapkan Kiblat dan permulaan serta akhir bulan
Ramadhan. Perjuangannya ini cukup berhasil ketika pada tahun 1920-an
masjid-masjid di Jawa Barat banyak yang di bangun dengan arah Kiblat ke Barat
¬laut. Dan menurut catatan sejarah, Sultan sebagai pemegang otoritas tertinggi,
menerima penentuan jatuhnya hari Raya ‘Idul Fitri, yang pada mulanya ditetapkan
oleh Kesultanan berdasarkan perhitungan (petungan) Aboge.
Terobosan dan Strategi Ahmad Dahlan Ketika berusia empat puluh tahun, 1909, Ahmad Dahlan telah membuat te¬robosan dan strategi dakwah: ia memasuki perkumpulan Budi Utomo. Melalui perkumpulan ini, Dahlan berharap dapat memberikan pelajaran agama kepada para anggotanya. Lebih dari itu, karena anggota-anggota Budi Utomo pada umumnya bekerja di sekolah-sekolah dan kantor-kantor pemerintah, Ahmad Dahlan berha¬rap dapat mengajarkan pelajaran agama di sekolah-seko1ah pemerintah. Rupanya, pelajaran dan cara mengajar agama yang di¬berikan. Ahmad Dahlan dapat diterima baik oleh anggota-anggota Budi Utomo. Terbukti, mereka menyarankan agar Ah¬mad Dahlan membuka sendiri sekolah se¬cara terpisah. Sekolah tersebut hendaknya didukung oleh suatu organisasi yang bersifat permanen.
Terobosan dan Strategi Ahmad Dahlan Ketika berusia empat puluh tahun, 1909, Ahmad Dahlan telah membuat te¬robosan dan strategi dakwah: ia memasuki perkumpulan Budi Utomo. Melalui perkumpulan ini, Dahlan berharap dapat memberikan pelajaran agama kepada para anggotanya. Lebih dari itu, karena anggota-anggota Budi Utomo pada umumnya bekerja di sekolah-sekolah dan kantor-kantor pemerintah, Ahmad Dahlan berha¬rap dapat mengajarkan pelajaran agama di sekolah-seko1ah pemerintah. Rupanya, pelajaran dan cara mengajar agama yang di¬berikan. Ahmad Dahlan dapat diterima baik oleh anggota-anggota Budi Utomo. Terbukti, mereka menyarankan agar Ah¬mad Dahlan membuka sendiri sekolah se¬cara terpisah. Sekolah tersebut hendaknya didukung oleh suatu organisasi yang bersifat permanen.
Pada tanggal 1 Desember 1911 M. Ahmad
Dahlan mendirikan sebuah Sekolah Dasar di lingkungan Keraton Yogyakarta. Di
sekolah ini, pelajaran umum diberikan oleh beberapa guru pribumi berdasarkan
sistem pendidikan gubernemen. Sekolah ini barangkali merupakan Sekolah Islam
Swasta pertama yang memenuhi persyaratan untuk mendapatkan subsidi pemerintah.
Sumbangan terbesarnya K.H. Ahmad Dahlan, yaitu pada tanggal 18 November 1912 M.
mendirikan organisasi sosial keagamaan bersama temannya dari Kauman, seperti
Haji Sujak, Haji Fachruddin, haji Tamim, Haji Hisyam, Haji syarkawi, dan Haji
Abdul Gani. Tujuan Muhammadiyah terutama untuk mendalami agama Islam di
kalangan anggotanya sendiri dan menyebarkan agama Islam di luar anggota inti.
Untuk mencapai tujuan ini, organisasi
itu bermaksud mendirikan lembaga pendidikan, mengadakan rapat-rapat dan tabligh
yang membicarakan masalah-masalah Islam, mendirikan wakaf dan masjid-masjid
serta menerbitkan buku-buku, brosur-brosur, surat kabar dan majalah. Sebagai
jawaban terhadap kondisi pendidikan umat Islam yang tidak bisa merespon
tantangan zaman, K.H. Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyah melanjutkan model
sekolah yang digabungkan dengan sistem pendidikan gubernemen. Ini mengadopsi
pendidikan model Barat, karena sistemnya dipandang “yang terbaik” dan
disempurnakan dengan penambahan mata pelajaran agama.
Dengan kata lain, ia berusaha untuk
mengislamkan berbagai segi kehidupan yang tidak Islami. Umat Islam tidak
diarahkan kepada pemahaman “agama mistis” melainkan menghadapiNduniNsecaraNrealitis. Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad
Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan
badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan surat
ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. izin itu hanya berlaku
untuk daerah Yokyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran
akan perkembangan organisasi ini. Itulah sebabnya kegiatannya dibatasi.
E. Raden
Ajeng Kartini
Raden
Ajeng Kartini lahir pada 21 April tahun 1879 di kota Jepara, Jawa Tengah. Ia
anak salah seorang bangsawan yang masih sangat taat pada adat istiadat. Setelah
lulus dari Sekolah Dasar ia tidak diperbolehkan melanjutkan sekolah ke tingkat
yang lebih tinggi oleh orangtuanya. Ia dipingit sambil menunggu waktu untuk
dinikahkan. Kartini kecil sangat sedih dengan hal tersebut, ia ingin menentang
tapi tak berani karena takut dianggap anak durhaka. Untuk menghilangkan
kesedihannya, ia mengumpulkan buku-buku pelajaran dan buku ilmu pengetahuan
lainnya yang kemudian dibacanya di taman rumah dengan ditemani Simbok
(pembantunya).
Akhirnya membaca menjadi kegemarannya, tiada hari tanpa membaca. Semua buku, termasuk surat kabar dibacanya. Kalau ada kesulitan dalam memahami buku-buku dan surat kabar yang dibacanya, ia selalu menanyakan kepada Bapaknya. Melalui buku inilah, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir wanita Eropa (Belanda, yang waktu itu masih menjajah Indonesia). Timbul keinginannya untuk memajukan wanita Indonesia. Wanita tidak hanya didapur tetapi juga harus mempunyai ilmu. Ia memulai dengan mengumpulkan teman-teman wanitanya untuk diajarkan tulis menulis dan ilmu pengetahuan lainnya. Ditengah kesibukannya ia tidak berhenti membaca dan juga menulis surat dengan teman-temannya yang berada di negeri Belanda. Tak berapa lama ia menulis surat pada Mr.J.H Abendanon. Ia memohonNdiberikanNbeasiswaNuntukNbelajarNdiNnegeriNBelanda.
Akhirnya membaca menjadi kegemarannya, tiada hari tanpa membaca. Semua buku, termasuk surat kabar dibacanya. Kalau ada kesulitan dalam memahami buku-buku dan surat kabar yang dibacanya, ia selalu menanyakan kepada Bapaknya. Melalui buku inilah, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir wanita Eropa (Belanda, yang waktu itu masih menjajah Indonesia). Timbul keinginannya untuk memajukan wanita Indonesia. Wanita tidak hanya didapur tetapi juga harus mempunyai ilmu. Ia memulai dengan mengumpulkan teman-teman wanitanya untuk diajarkan tulis menulis dan ilmu pengetahuan lainnya. Ditengah kesibukannya ia tidak berhenti membaca dan juga menulis surat dengan teman-temannya yang berada di negeri Belanda. Tak berapa lama ia menulis surat pada Mr.J.H Abendanon. Ia memohonNdiberikanNbeasiswaNuntukNbelajarNdiNnegeriNBelanda.
Pada
tanggal 17 september 1904, Kartini meninggal dunia dalam usianya yang ke-25,
setelah ia melahirkan putra pertamanya. Setelah Kartini wafat, Mr.J.H Abendanon
memngumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini
pada para teman-temannya di Eropa. Buku itu diberi judul “DOOR DUISTERNIS TOT
LICHT” yangNartinyaN“HabisNGelapNTerbitlahNTerang”.
Saat ini mudah-mudahan di Indonesia akan terlahir kembali Kartini-kartini lain yang mau berjuang demi kepentingan orang banyak. Di era Kartini, akhir abad 19 sampai awal abad 20, wanita-wanita negeri ini belum memperoleh kebebasan dalam berbagai hal. Mereka belum diijinkan untuk memperoleh pendidikan yang tinggi seperti pria bahkan belum diijinkan menentukan jodoh/suami sendiri, dan lain sebagainya.
Saat ini mudah-mudahan di Indonesia akan terlahir kembali Kartini-kartini lain yang mau berjuang demi kepentingan orang banyak. Di era Kartini, akhir abad 19 sampai awal abad 20, wanita-wanita negeri ini belum memperoleh kebebasan dalam berbagai hal. Mereka belum diijinkan untuk memperoleh pendidikan yang tinggi seperti pria bahkan belum diijinkan menentukan jodoh/suami sendiri, dan lain sebagainya.
Kartini
yang merasa tidak bebas menentukan pilihan bahkan merasa tidak mempunyai
pilihan sama sekali karena dilahirkan sebagai seorang wanita, juga selalu
diperlakukan beda dengan saudara maupun teman-temannya yang pria, serta
perasaan iri dengan kebebasan wanita-wanita Belanda, akhirnya menumbuhkan
keinginan dan tekad di hatinya untuk mengubah kebiasan kurang baik itu.
Belakangan
ini, penetapan tanggal kelahiran Kartini sebagai hari besar agak diperdebatkan.
Dengan berbagai argumentasi, masing-masing pihak memberikan pendapat
masing-masing. Masyarakat yang tidak begitu menyetujui, ada yang hanya tidak
merayakan Hari Kartini namun merayakannya sekaligus dengan Hari Ibu pada
tanggal 22 Desember.
Alasan
mereka adalah agar tidak pilih kasih dengan pahlawan-pahlawan wanita Indonesia
lainnya. Namun yang lebih ekstrim mengatakan, masih ada pahlawan wanita lain
yang lebih hebat daripada RA Kartini. Menurut mereka, wilayah perjuangan
Kartini itu hanyalah di Jepara dan Rembang saja, Kartini juga tidak pernah
memanggul senjata melawan penjajah. Dan berbagai alasan lainnya.
Sedangkan
mereka yang pro malah mengatakan Kartini tidak hanya seorang tokoh emansipasi
wanita yang mengangkat derajat kaum wanita Indonesia saja melainkan adalah
tokoh nasional artinya, dengan ide dan gagasan pembaruannya tersebut dia telah
berjuang untuk kepentingan bangsanya. Cara pikirnya sudah dalam skop nasional.
Sekalipun
Sumpah Pemuda belum dicetuskan waktu itu, tapi pikiran-pikirannya tidak
terbatas pada daerah kelahiranya atau tanah Jawa saja. Kartini sudah mencapai
kedewasaan berpikir nasional sehingga nasionalismenya sudah seperti yang
dicetuskan oleh Sumpah Pemuda 1928.
F. Bacharuddin
Jusuf Habibie
Prof.
DR (HC). Ing. Dr. Sc. Mult. Bacharuddin Jusuf Habibie atau dikenal sebagai BJ
Habibie (73 tahun) merupakan pria Pare-Pare (Sulawesi Selatan) kelahiran 25
Juni 1936. Habibie menjadi Presiden ke-3 Indonesia selama 1.4 tahun dan 2 bulan
menjadi Wakil Presiden RI ke-7. Habibie merupakan “blaster” antara orang Jawa
[ibunya] dengan orang Makasar/Pare-Pare ayahnya, Dimasa kecil, Habibie telah
menunjukkan kecerdasan dan semangat tinggi pada ilmu pengetahuan dan teknologi
khususnya Fisika. Selama enam bulan, ia kuliah di Teknik Mesin Institut
Teknologi Bandung
(ITB), dan dilanjutkan ke Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule – Jerman
pada 1955. Dengan dibiayai oleh ibunya, R.A. Tuti Marini Puspowardoyo,
Habibie muda menghabiskan 10 tahun untuk menyelesaikan studi S-1 hingga S-3 di
Aachen-Jerman.
Karir di Industri
Selama
menjadi mahasiswa tingkat doktoral, BJ Habibie sudah mulai bekerja untuk
menghidupi keluarganya dan biaya studinya. Setelah lulus, BJ Habibie bekerja di
Messerschmitt-Bölkow-Blohm atau MBB Hamburg (1965-1969 sebagai Kepala
Penelitian dan Pengembangan pada Analisis Struktrur Pesawat Terbang, dan
kemudian menjabat Kepala Divisi Metode dan Teknologi pada industri pesawat
terbang komersial dan militer di MBB (1969-1973). Atas kinerja dan
kebriliannya, 4 tahun kemudian, ia dipercaya sebagai Vice President sekaligus
Direktur Teknologi di MBB periode 1973-1978 serta menjadi Penasihast Senior
bidang teknologi untuk Dewan Direktur MBB (1978 ). Dialah menjadi satu-satunya
orang Asia yang berhasil menduduki jabatan nomor dua di perusahaan pesawat
terbang Jerman ini.
Sebelum
memasuki usia 40 tahun, karir Habibie sudah sangat cemerlang, terutama dalam
desain dan konstruksi pesawat terbang. Habibie menjadi “permata” di negeri
Jerman dan iapun mendapat “kedudukan terhormat”, baik secara materi maupun
intelektualitas oleh orang Jerman. Selama bekerja di MBB Jerman, Habibie
menyumbang berbagai hasil penelitian dan sejumlah teori untuk ilmu pengetahuan
dan teknologi dibidang Thermodinamika, Konstruksi dan Aerodinamika. Beberapa
rumusan teorinya dikenal dalam dunia pesawat terbang seperti “Habibie Factor“,
“Habibie Theorem” dan “Habibie Method“.
Ø Habibie
menjadi RI-1
Secara
materi, Habibie sudah sangat mapan ketika ia bekerja di perusahaan MBB Jerman.
Selain mapan, Habibie memiliki jabatan yang sangat strategis yakni Vice
President sekaligus Senior Advicer di perusahaan high-tech
Jerman. Sehingga Habibie terjun ke pemerintahan bukan karena mencari uang
ataupun kekuasaan semata, tapi lebih pada perasaan “terima kasih” kepada negara
dan bangsa Indonesia dan juga kepada kedua orang tuanya. Sikap serupa pun
ditunjukkan oleh Kwik Kian Gie, yakni setelah menjadi orang kaya dan makmur dahulu, lalu
Kwik pensiun dari bisnisnya dan baru terjun ke dunia politik. Bukan sebaliknya,
yang banyak dilakukan oleh para politisi saat ini yang menjadi politisi
demi mencari kekayaan/popularitas sehingga tidak heran praktik korupsi
menjamur.
Tiga
tahun setelah kepulangan ke Indonesia, Habibie (usia 41 tahun) mendapat gelar
Profesor Teknik dari ITB. Selama 20 tahun menjadi Menristek, akhirnya pada
tanggal 11 Maret 1998, Habibie terpilih sebagai Wakil Presiden RI ke-7 melalui
Sidang Umum MPR. Di masa itulah krisis ekonomi (krismon) melanda kawasan Asia
termasuk Indonesia. Nilai tukar rupiah terjun bebas dari Rp 2.000 per dolar AS
menjadi Rp 12.000-an per dolar. Utang luar negeri jatuh tempo sehinga
membengkak akibat depresiasi rupiah. Hal ini diperbarah oleh perbankan swasta
yang mengalami kesulitan likuiditas. Inflasi meroket diatas 50%, dan
pengangguran mulai terjadi dimana-mana.
Pada
saat bersamaan, kebencian masyarakat memuncak dengan sistem orde baru yang
sarat Korupsi, Kolusi, Nepotisme yang dilakukan oleh kroni-kroni Soeharto
(pejabat, politisi, konglomerat). Selain KKN, pemerintahan Soeharto tergolong
otoriter, yang menangkap aktivis dan mahasiswa vokal.
Habibie
merupakan presiden RI pertama yang menerima banyak penghargaan terutama di
bidang IPTEK baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Jasa-jasanya dalam
bidang teknologi pesawat terbang mengantarkan beliau mendapat gelar Doktor
Kehormatan (Doctor of Honoris Causa) dari berbagaai Universitas
terkemuka dunia, antara lain Cranfield Institute of Technology dan Chungbuk
University.
Ø
Habibie : Bapak Teknologi Indonesia*
Pemikiran-pemikiran
Habibie yang “high-tech” mendapat “hati” pak Harto. Bisa dikatakan bahwa
Soeharto mengagumi pemikiran Habibie, sehingga pemikirannya dengan mudah
disetujui pak Harto. Pak Harto pun setuju menganggarkan “dana ekstra” untuk
mengembangkan ide Habibie. Kemudahan akses serta kedekatan Soeharto-Habibie
dianggap oleh berbagai pihak sebagai bentuk kolusi Habibie-Soeharto. Apalagi,
beberapa pihak tidak setuju dengan pola pikir Habibie mengingat pemerintah
Soeharto mau menghabiskan dana yang besar untuk pengembangan industri-industri
teknologi tinggi seperti saran Habibie.
Tanggal
26 April 1976, Habibie mendirikan PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio dan menjadi
industri pesawat terbang pertama di Kawasan Asia Tenggara (catatan :
Nurtanio meruapakan Bapak Perintis Industri Pesawat Indonesia). Industri
Pesawat Terbang Nurtanio kemudian berganti nama menjadi Industri
Pesawat Terbang Nusantara
(IPTN) pada 11 Oktober 1985, kemudian direkstrurisasi, menjadi Dirgantara
Indonesia (PT DI) pada Agustuts 2000. Perlakuan istimewapun dialami oleh
industri strategis lainnya seperti PT PAL dan PT PINDAD.
Sejak
pendirian industri-industri statregis negara, tiap tahun pemerintah Soeharto
menganggarkan dana APBN yang relatif besar untuk mengembangkan industri
teknologi tinggi. Dan anggaran dengan angka yang sangat besar dikeluarkan
sejak 1989 dimana Habibie memimpin industri-industri strategis. Namun, Habibie
memiliki alasan logis yakni untuk memulai industri berteknologi tinggi, tentu
membutuhkan investasi yang besar dengan jangka waktu yang lama. Hasilnya tidak
mungkin dirasakan langsung. Tanam pohon durian saja butuh 10 tahun untuk
memanen, apalagi industri teknologi tinggi. Oleh karena itu, selama
bertahun-tahun industri strategis ala Habibie masih belum menunjukan hasil dan
akibatnya negara terus membiayai biaya operasi industri-industri strategis yang
cukup besar.
Industri-industri
strategis ala Habibie (IPTN, Pindad, PAL) pada akhirnya memberikan hasil
seperti pesawat terbang, helikopter, senjata, kemampuan pelatihan dan jasa
pemeliharaan (maintenance service) untuk mesin-mesin pesawat, amunisi, kapal,
tank, panser, senapan kaliber, water canon, kendaraan RPP-M, kendaraan
combat dan masih banyak lagi baik untuk keperluan sipil maupun militer.
Untuk
skala internasional, BJ Habibie terlibat dalam berbagai proyek desain dan
konstruksi pesawat terbang seperti Fokker F 28, Transall C-130 (militer
transport), Hansa Jet 320 (jet eksekutif), Air Bus A-300, pesawat transport
DO-31 (pesawat dangn teknologi mendarat dan lepas landas secara vertikal),
CN-235, dan CN-250 (pesawat dengan teknologi fly-by-wire). Selain itu, Habibie
secara tidak langsung ikut terlibat dalam proyek perhitungan dan desain
Helikopter Jenis BO-105, pesawat tempur multi function, beberapa peluru kendali
dan satelit.
Karena
pola pikirnya tersebut, maka saya menganggap beliau sebagai bapak teknologi
Indonesia, terlepaskan seberapa besar kesuksesan industri strategis ala
Habibie. Karena kita tahu bahwa pada tahun 1992, IMF menginstruksikan kepada
Soeharto agar tidak memberikan dana operasi kepada IPTN, sehingga pada saat itu
IPTN mulai memasuki kondisi kritis. Hal ini dikarenakan rencana Habibie membuat
satelit sendiri (catatan : tahun 1970-an Indonesia merupakan negara terbesar
ke-2 pemakaian satelit), pesawat sendiri, serta peralatan militer sendiri. Hal
ini didukung dengan 40 0rang tenaga ahli Indonesia yang memiliki pengalaman
kerja di perusahaan pembuat satelit Hughes Amerika akan ditarik pulang ke
Indonesia untuk mengembangkan industri teknologi tinggi di Indonesia. Jika hal
ini terwujud, maka ini akan mengancam industri teknologi Amerika (mengurangi
pangsa pasar) sekaligus kekhawatiran kemampuan teknologi tinggi dan militer
Indonesia.
G. H. Mohammad Hatta
Biodata
Nama Lengkap
|
H. Mohammad
Hatta
|
Nama akrab
|
Bung Hatta
|
Tanggal lahir
|
12 Agustus 1902
|
Tempat lahir
|
Sumatera
Barat
|
Wafat
|
Jakarta, 14
Maret 1980
|
Istri
|
Rahmi Rachim
|
Pendidikan
|
Pendidikan
dasar Sekolah Melayu
|
Europeesche
Lagere School
|
|
MULO
|
|
Sekolah
Tinggi Dagang "Prins Hendrik School
|
|
Nederland
Handelshogeschool (universitas Erasmus)
|
|
Jabatan
Tertinggi
|
Wakil
Presiden pertama
|
Penghargaan
|
Pahlawan
Nasional
|
Bapak
Koperasi Indonesia
|
|
Doktor
Honoriscausa Fak Hukum Universitas Gadjah Mada
|
|
Proklamator
Indonesia
|
|
The Founding Father’s of Indonesia
|
|
Aktivitas
Organisasi
|
Jong
Sumatranen Bond
|
Perhimpunan
Hindia
|
|
Liga Menentang
Imperialisme
|
|
Club
Pendidikan Nasional Indonesia
|
|
Partai
Nasional Indonesia
|
Kiprah Perjuangan
Hatta
merintis karier sebagai aktivis organisasi sejak berusia 15 tahun sebagai
bendahara Jong Sumatranen Bond Cabang Padang. Kesadaran politiknya berkembang
karena sering menghadiri ceramah dan pertemuan politik. Salah seorang tokoh
politik yang menjadi idola Hatta ketika itu ialah Abdul Moeis. pengarang roman
Salah Asuhan; aktivis partai Sarekat Islam; anggota Volksraad; dan perintis
majalah Hindia Sarekat, koran Kaoem Moeda, Neratja, Hindia Baroe, serta Utusan
Melayu dan Peroebahan.
Hatta
mulai menetap di Belanda sejak September 1921. Ia bergabung dalam Perhimpunan
Hindia (Indische Vereeniging). Saat itu, Indische Vereeniging telah berubah
menjadi organisasi pergerakan kemerdekaan. Sebelumnya, Indische Vereeniging
yang berdiri pada 1908 tak lebih dari ajang pertemuan pelajar asal tanah air.
Atmosfer pergerakan mulai mewarnai Indische Vereeniging semenjak tibanya tiga
tokoh Indische Partij (Suwardi
Suryaningrat,
Douwes Dekker, dan Tjipto
Mangunkusumo).
Di Indische Vereeniging, pergerakan putra Minangkabau ini tak lagi tersekat
oleh ikatan kedaerahan. Sebab Indische Vereeniging berisi aktivis dari beragam
latar belakang asal daerah. Lagipula, nama Indische sudah mencerminkan kesatuan
wilayah, yakni gugusan kepulauan di Nusantara yang secara politis diikat oleh
sistem kolonialisme belanda. Dari sanalah mereka semua berasal.
Hatta
mengawali karier pergerakannya di Indische Vereeniging pada 1922, menjadi
Bendahara. Penunjukkan itu berlangsung pada 19 Februari 1922, ketika terjadi
pergantian pengurus Indische Vereeniging dari Ketua lama dr. Soetomo diganti
oleh Hermen Kartawisastra. Momentum suksesi kala itu punya arti penting bagi
mereka di masa mendatang, sebab ketika itulah mereka memutuskan untuk mengganti
nama Indische Vereeniging menjadi Indonesische Vereeniging dan kelanjutannya
mengganti nama Nederland Indie menjadi Indonesia. Sebuah pilihan nama bangsa
yang sarat bermuatan politik. Dalam forum itu pula, salah seorang anggota
Indonesische Vereeniging mengatakan bahwa dari sekarang kita mulai membangun
Indonesia dan meniadakan Hindia atau NederlandNIndie.
Pada tahun 1927, Hatta bergabung dengan Liga Menentang Imperialisme dan Kolonialisme di Belanda, dan di sinilah ia bersahabat dengan nasionalis India, Jawaharlal Nehru. Aktivitasnya dalam organisasi ini menyebabkan Hatta ditangkap pemerintah Belanda. Hatta akhirnya dibebaskan, setelah melakukan pidato pembelaannya yang terkenal: Indonesia Free. Pada tahun 1932 Hatta kembali ke Indonesia dan bergabung dengan organisasi Club Pendidikan Nasional Indonesia yang bertujuan meningkatkan kesadaran politik rakyat Indonesia melalui proses pelatihan-pelatihan. Belanda kembali menangkap Hatta, bersama Soetan Sjahrir, ketua Club Pendidikan Nasional Indonesia pada bulan Februari 1934. Hatta diasingkan ke Digul dan kemudian ke Banda selama 6 tahun.
Pada tahun 1927, Hatta bergabung dengan Liga Menentang Imperialisme dan Kolonialisme di Belanda, dan di sinilah ia bersahabat dengan nasionalis India, Jawaharlal Nehru. Aktivitasnya dalam organisasi ini menyebabkan Hatta ditangkap pemerintah Belanda. Hatta akhirnya dibebaskan, setelah melakukan pidato pembelaannya yang terkenal: Indonesia Free. Pada tahun 1932 Hatta kembali ke Indonesia dan bergabung dengan organisasi Club Pendidikan Nasional Indonesia yang bertujuan meningkatkan kesadaran politik rakyat Indonesia melalui proses pelatihan-pelatihan. Belanda kembali menangkap Hatta, bersama Soetan Sjahrir, ketua Club Pendidikan Nasional Indonesia pada bulan Februari 1934. Hatta diasingkan ke Digul dan kemudian ke Banda selama 6 tahun.
H.
Abdul Halim
Abdul Halim (ejaan lama: Abdoel
Halim) (lahir di Bukittinggi, Sumatera
Barat, 27 Desember 1911 – meninggal di Jakarta, 4 Juli 1987 pada umur 75
tahun) adalah Perdana Menteri Indonesia pada Kabinet
Halim (1949)
yang memerintah ketika Republik Indonesia merupakan bagian dari Republik Indonesia Serikat dengan Acting
Presiden RI Mr. Assaat
Abdul
Halim lahir dari ayah yang bernama Achmad St. iyus dan ibu yang bernama H.
Darama. Ia mengecap pendidikan di HIS, MULO
dan AMS B di Jakarta,
dan merupakan lulusan GHS (Geneeskundige Hooge School - didirikan tahun 1924 -
atau Sekolah Kedokteran, sekarang Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia) di Jakarta.
Masa perjuangan 1945-1949
Sejak
Proklamasi 1945 beliau duduk sebagai Wakil Ketua BP-KNIP bersama Mr. Assaat yang
menjabat Ketua BP-KNIP. Seperti diketahui, Badan Pekerja (BP) yang beranggauta
28 orang adalah badan pelaksana yang melakukan pekerjaan sehari-hari dari Komite Nasional Indonesia Pusat
yang beranggautakan 137 orang.
Pada
masa revolusi fisik 1945-1949 beliau tidak pernah praktik dokter, selain
sebagai politisi dan mempunyai hobi memelihara mobil kesayangannya, sehingga
oleh kawan-kawannya dijuluki sebagai dokter mobil alias sebagai montir
mobil kesayangannya.
Masa RI dan setelah RIS 1950
Pada
Masa RI beliau dipercaya menjabat sebagai Perdana Menteri di mana Mr. Assaat
sebagai Acting Presiden. Kemudian setelah RIS beliau duduk dalam Kabinat
Natsir. Setelah melepaskan jabatan sebagai menteri pertahanan (ad interim) di Kabinet
Natsir, Abdul Halim kembali menekuni bidangnya sebagai dokter dan pernah
menjabat sebagai direktur Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Abdul
Halim terakhir menjabat sebagai Inspektur Jenderal RSCM dan meninggal di
Jakarta.
I.
Budi Utomo
Budi
Utomo (ejaan Soewandi: Boedi Oetomo) adalah sebuah
organisasi pemuda yang didirikan oleh Dr. Sutomo dan para
mahasiswa STOVIA
yaitu Goenawan
Mangoenkoesoemo dan Soeraji pada tanggal 20 Mei 1908. Digagaskan oleh
Dr. Wahidin Sudirohusodo. Organisasi ini bersifat
sosial, ekonomi, dan kebudayaan tetapi tidak bersifat politik. Berdirinya Budi
Utomo menjadi awal gerakan yang bertujuan mencapai kemerdekaan Indonesia
walaupun pada saat itu organisasi ini awalnya hanya ditujukan bagi golongan
berpendidikan Jawa.
Budi
Utomo mengalami fase perkembangan penting saat kepemimpinan Pangeran Noto Dirodjo. Saat itu, Douwes Dekker, seorang Indo-Belanda yang
sangat properjuangan bangsa Indonesia, dengan terus terang mewujudkan kata
"politik" ke dalam tindakan yang nyata. Berkat pengaruhnyalah
pengertian mengenai "tanah air Indonesia" makin lama makin bisa
diterima dan masuk ke dalam pemahaman orang Jawa. Maka muncullah Indische
Partij yang sudah lama dipersiapkan oleh Douwes Dekker melalui aksi
persnya. Perkumpulan ini bersifat politik dan terbuka bagi semua orang
Indonesia tanpa terkecuali. Baginya "tanah air" (Indonesia) adalah di
atas segala-galanya.
Pada
masa itu pula muncul Sarekat Islam, yang pada awalnya dimaksudkan sebagai
suatu perhimpunan bagi para pedagang besar maupun kecil di Solo dengan nama
Sarekat Dagang Islam, untuk saling memberi bantuan dan dukungan. Tidak berapa
lama, nama itu diubah oleh, antara lain, Tjokroaminoto,
menjadi Sarekat Islam, yang bertujuan untuk mempersatukan semua orang Indonesia
yang hidupnya tertindas oleh penjajahan. Sudah pasti keberadaan perkumpulan ini
ditakuti orang Belanda. Munculnya gerakan yang bersifat politik semacam itu
rupanya yang menyebabkan Budi Utomo agak terdesak ke belakang. Kepemimpinan
perjuangan orang Indonesia diambil alih oleh Sarekat Islam dan Indische Partij
karena dalam arena politik Budi Utomo memang belum berpengalaman.
Karena
gerakan politik perkumpulan-perkumpulan tersebut, makna nasionalisme
makin dimengerti oleh kalangan luas. Ada beberapa kasus yang memperkuat makna
tersebut. Ketika Pemerintah Hindia Belanda hendak merayakan ulang tahun
kemerdekaan negerinya, dengan menggunakan uang orang Indonesia sebagai bantuan
kepada pemerintah yang dipungut melalui penjabat pangreh praja pribumi,
misalnya, rakyat menjadi sangat marah.
Kemarahan
itu mendorong Soewardi Suryaningrat (yang kemudian bernama Ki Hadjar Dewantara) untuk menulis sebuah
artikel "Als ik Nederlander was" (Seandainya Saya Seorang
Belanda), yang dimaksudkan sebagai suatu sindiran yang sangat pedas
terhadap pihak Belanda. Tulisan itu pula yang menjebloskan dirinya bersama dua
teman dan pembelanya, yaitu Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo ke penjara oleh
Pemerintah Hindia Belanda (lihat: Boemi
Poetera). Namun, sejak itu Budi Utomo tampil sebagai motor politik di dalam
pergerakan orang-orang pribumi.
Agak
berbeda dengan Goenawan Mangoenkoesoemo yang lebih mengutamakan kebudayaan dari
pendidikan, Soewardi menyatakan bahwa Budi Utomo adalah manifestasi dari
perjuangan nasionalisme. Menurut Soewardi, orang-orang Indonesia mengajarkan
kepada bangsanya bahwa "nasionalisme Indonesia" tidaklah bersifat
kultural, tetapi murni bersifat politik. Dengan demikian, nasionalisme terdapat
pada orang Sumatera maupun Jawa, Sulawesi maupun Maluku.
Pendapat
tersebut bertentangan dengan beberapa pendapat yang mengatakan bahwa Budi Utomo
hanya mengenal nasionalisme Jawa sebagai alat untuk mempersatukan orang Jawa
dengan menolak suku bangsa lain. Demikian pula Sarekat Islam juga tidak
mengenal pengertian nasionalisme, tetapi hanya mempersyaratkan agama Islam agar
seseorang bisa menjadi anggota.
Namun,
Soewardi tetap mengatakan bahwa pada hakikatnya akan segera tampak bahwa dalam
perhimpunan Budi Utomo maupun Sarekat Islam, nasionalisme "Indonesia"
ada dan merupakan unsur yang paling penting.
DAFTARNPUSTAKA
http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/02/biografi-ki-hajar-dewantara.html,
kamis,20/01/2012, jam 14:20.
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=19&dn=20071119233647,
kamis,20/01/2012, jam 14:27
http://muhamadqbl.blogspot.com/2011/05/pemikiran-k-h-hasyim-asyari-dan-ahmad.html,
kamis,20/01/2012, jam 14:35
http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/01/biografi-ra-kartini.html,
kamis,20/01/2012, jam 14:42
http://nusantaranews.wordpress.com/2009/04/02/biografi-bj-habibie-bapak-teknologi-dan-demokrasi-indonesia/,
kamis,20/01/2012, jam 14:50
http://id.wikipedia.org/wiki/Ahmad_Dahlan,
kamis,20/01/2012, jam 15:25
http://www.google.co.id/search?q=abdul+halim&ie=utf-8&oe=utf
8&aq=t&rls=org.mozilla:id:official&client=firefox-a,
kamis,20/01/2012, jam 16:00
http://id.wikipedia.org/wiki/Budi_Utomo,
kamis,20/01/2012, jam 16:15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar