A. Masalah Pangan
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi
tahun 1998 telah menetapkan 2200 Kkal perkapita perhari di tingkat konsumsi dan
2500 Kkal perkapita perhari untuk tingkat ketersediaan sebagai Angka Kecukupan
Energi (AKE) Tingkat Nasional. Untuk mengetahui pola konsumsi masyarakat baik
Nasional maupun Regional, AKE tersebut perlu diterjemahkan ke dalam satuan yang
lebih dikenal oleh para perencana pengadaan pangan atau kelompok bahan pangan.
Secara konseptual penganekaragaman
pangan dapat dilihat dari komponen-komponen sistim pangan, yaitu
penganekaragaqman produksi, distribusi dan penyediaan pangan serta konsumsi
pangan. Dalam hal konsunmsi pangan, permasalahan yang dihadapi tidak
hanya mencakup keseimbangan komposisi, namun juga masih belum terpenuhinya
kecukupan gizi. Selama ini pangan yang tersedia baru mencukupi dari segi
jumlah dan belum memenuhi keseimbangan yang sesuai dengan norma gizi.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas,
untuk mengukur keberhasilan upaya diversifikasi baik di bidang produksi,
penyediaan dan konsumsi pangan penduduk diperlukan suatu parameter. Salah
satu parameter yang dapat digunakan untuk menilai tingkat keanekaragaman pangan
adalah Pola Pangan Harapan (PPH). Dengan PPH diketahui tidak hanya
pemenuhan kecukupan gizi tetapi sekaligus juga mempertimbangkan keseimbangan
gizi yang didukung oleh cita rasa, daya cerna, daya terima masyarakat,
kuantitas dan kemampuan daya beli.
Dengan pendekatan PPH dapat dinilai
mutu pangan penduduk berdasarkan skor pangan. Semakin tinggi skor pangan,
maka semakin beragam dan semakin baik komposisinya.
Selama ini informasi tentang situasi
pangan/pola konsumsi pangan baru mencakup pangan pokok saja, sehingga belum
bisa memberikan gambaran lengkap tentang kualitas konsumsi pangan penduduk.
Informasi ini merupakan cerminan kebiasaan makan dan sangat penting untuk
memprediksi permintaan pangan serta mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
pola konsumsi, seperti pendapatan, ketersediaan pangan di tingkat wilayah,
sosial budaya dan preferensi masyarakat.
Pengembangan Pola Konsumsi Pangan
ditujukan pada penganekaragaman pangan yang berasal dari bahan pangan pokok dan
semua bahan pangan lain yang dikonsumsi masyarakat, termasuk lauk pauk,
sayuran, buah-buahan dan makanan kudapan, berbasis pada kondisi dan potensi
daerah/wilayah.
Setiap daerah mempunyai gambaran pola konsumsi dengan menu yang spesifik dan
sudah membudaya serta tercermin didalam tatanan menu sehari-hari. Akan
tetapi menu yang tersedia biasanya kurang memenuhi norma kecukupan gizi,
sehingga pelu ditingkatkan kualitasnya dengan tidak merubah karakteristiknya,
agar tetap dapat diterima oleh masyarakat setempa
- Penilaian Pengembangan Pola Konsumsi Pangan Berdasarkan PPH.
Pengembangan Pola Konsumsi Pangan dapat
diterapkan baik untuk tingkat Nasional, Regional ( propinsi dan Kabupaten ) dan
tingkat keluarga tergantung keperluannya, sedangkan penilaiannya dapat
dilakukan melalui 2(dua) sisi yaitu : sisi kuantitas dan sisi kualitas.
Sisi kualitas, kualitas
pangan dalam hal ini dapat mencakup aspek fisik pangan, kualitas kimiawi dan
mikrobiologi/aspek keamanan pangan, aspek organoleptik dan aspek gizi.
Pangan dari sisi ini lebih ditujukan kepada aspek gizi yang didasarkan
kepada keanekaragaman pangannya , bukan hanya makanan pokok saja, tetapi
juga bahan pangan lainnya. Semakin beragam dan seimbang komposisi pangan yang
dikonsumsi akan semakin baik kualitas gizinya, karena pada hakekatnya tidak ada
satupun jenis pangan yang mempunyaui kandungan gizi yang lenkap dan cukup dalam
jumlah jenisnya. Untuk menilai keanekaragaman pangan digunakan pendekatan Pola
Pangan Harapan (PPH). Semakin tinggi skor mutu pangan yang dihitung
menggunakan pendekatan PPH menunjukkan konsumsi pangan semakin beragam
dan komposisinya semakin baik/berimbang.
Sisi kuantitas, pada sisi ini ditinjau dari volume
pangan yang dikonsumsi dan konsumsi zat gizi yang dikandung bahan pangan. Kedua
hal tersebut digunakan untuk melihat apakah konsumsi pangan sudah dapat
memenuhi kebutuhan yang layak untuk hidup sehat yang dikenal sebagai Angka
Kecukupan Gizi (AKG) yang direkomendasikan Widyakarya Nasional Pangan dan
Gizi. Untuk menilai kuantitas konsumsi pangan masyarakat digunakan
Parameter Tingkat Konsumsi Energi (TKE) dan Tingkat Konsumsi Protein (TKP).
Beberapa kajian menunjukkan bahwa bila konsumsi energi dan protein terpenuhi
sesuai dengan norma atau angka kecukupan gizi dan konsumsi pangan beragam, maka
zat-zat lain juga akan terpenuhi dari konsumsi pangan.
Untuk menilai situasi pangan
dalam rangka perumusan kebijakan di bidang pangan dan gizi, dilakukan melalui
kombinasi kedua sisi diatas, dimana kedua penilaian tersebut dapat dipakai
untuk melihat gambaran pola konsumsi/kebiasaan makan penduduk disuatu wilayah.
- Pengembangan Pola Konsumsi Pangan Tingkat Nasional dan Regional.
Penilaian
terhadap pengembangan pola konsumsi pangan tingkat nasional dan Regional
dilaksanakan dengan pendekatan Pola Pangan Harapan (PPH), menggunakan
data Survai Sosial Ekonomi Nasional ( SUSENAS ).
Pola Pangan harapan (PPH) adalah suatu
komposisi pangan yang seimbang untuk dikonsumsi guna memenuhi kebutuhan gizi
penduduk. PPH dapat dinyatakan (1) dalam bentuk komposisi energi (kalori)
anekaragam pangan dan/atau (2) dalam bentuk komposisi berat (gram atau kg)
anekaragam pangan yang memenuhi kebutuhan gizi penduduk. Pola pangan harapan
mencerminkan susunan konsumsi pangan anjuran untuk hidup sehat, aktif dan
produktif.
PPH (desirable dietary
pattern), diperkenalkan pertama kali oleh FAO-RAPA dalam
pertemuan konsultasi FAO-RAPA di Bangkok pada tahun 1989. PPH disarankan untuk
digunakan bagi setiap negara dikawasan Asia Pasifik yang dalam penerapannya
perlu diadaptasi sesuai pola konsumsi pangan dan kebutuhan gizi setempat.
PPH berguna (1) sebagai alat atau
instrumen perencanaan konsumsi pangan, ketersediaan pangan dan produksi pangan;
(2) sebagai instrumen evaluasi tingkat pencapaian konsumsi pangan, penyediaan
pangan dan produksi pangan, baik penyediaan dan konsumsi pangan; (3)
dapat pula digunakan sebagai basis pengukuran diversifikasi dan ketahanan
pangan; (4) sebagai pedoman dalam merumuskan pesan-pesan gizi.
Tabel 1. Susunan Pola Pangan Harapan
(PPH) Nasional
No
|
Kelompok
Pangan
|
PPH
FAO
|
PPH
Nasional
2020
(%)
|
Kisaran
(%)
|
Konsumsi
Energi
(Kkal)
|
Konsumsi
Bahan
Pangan
(gram/kap/
hari
|
Bobot
|
Skor
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
|
Padi-padian
Umbi-umbian
Pangan Hewani
Kacang-kacangan
Sayur dan Buah
Biji Berminyak
Lemak dan Minyak
Gula
Lainnya
|
40.0
5.0
20.0
6.0
5.0
3.0
10.0
8.0
3.0
|
50.0
6.0
12.0
5.0
6.0
3.0
10.0
5.0
3.0
|
40-60
0-8
5-20
2-10
3-8
0-3
5-15
2-8
0-5
|
1100
132
264
110
132
66
220
110
66
|
300
100
150
35
250
10
25
30
-
|
0,5
0,5
2,0
2,0
5,0
0,5
0,5
0,5
0,0
|
25,0
2,5
24,0
10,0
30,0
1,0
5,0
2,5
0,0
|
Jumlah
|
100.0
|
100.0
|
100.0
|
2200
|
-
|
100
|
Untuk menjadikan PPH sebagai instrumen
dan pendekatan dalam perencanaan pangan di suatu wilayah atau daerah diperlukan
kesepakatan tentang pola konsumsi energi dan konsumsi pangan anjuran dengan mempertimbangkan
(1) pola konsumsi pangan penduduk saat ini; (2) kebutuhan gizi yang dicerminkan
oleh pola kebutuhan energi (asumsi : dengan makan anekaragam pangan, kebutuhan
akan zat gizi lain akan terpenuhi); (3) mutu gizi makanan yang dicerminkan oleh
kombinasi makanan yang mengandung protein hewani, sayur dan buah; (4)
pertimbangan masalah gizi dan penyakit yang berhubungan dengan gizi; (5)
kecenderungan permintaan (daya beli); (6) kemampuan penyediaan dalam konteks
ekonomi dan wilayah.
permasalahan masing-masing daerah dalam
rangka mendukung pencapaian tujuan dan target pembangunan pangan nasional.
Prinsip-prinsip ini diharapkan dijadikan benang merah (metode standar) dalam
perencanaan penyediaan konsumsi pangan tingkat kabupaten dan kota. Artinya prinsip
perhitungannnya disepakati untuk digunakan bersama, sedangkan komposisinya akan
bervariasi antar daerah sesuai kemampuan dan permasalahannya.
- Penilaian Konsumsi Pangan Wilayah dengan Pendekatan PPH.
Analisis konsumsi pangan wilayah
diarahkan untuk menganalisis situasi konsumsi pangan dengan mempertimbangkan
potensi sumberdaya dan sosial ekonomi wilayah.
Dalam menganalisis konsumsi pangan
wilayah yang berbasis sumberdaya, perlu diperhatikan faktor pendukung utama
yang mempengaruhi pola konsumsi yaitu (1) ketersediaan; (2) kondisi sosial dan
ekonomi; (3) letak geografis wilayah (desa - kota) serta (4) karakteristik
rumah tangga.
Ketersediaan pangan secara makro
(tingkat wilayah) sangat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya produksi pangan dan
distribusi pangan pada daerah tersebut. Sedangkan pada tingkat mikro (tingkat
Rumah Tangga) lebih dipengaruhi oleh kemampuan rumah tangga memproduksi pangan,
daya beli, dan pemberian.
Pola konsumsi pangan sangat ditentukan
oleh faktor sosial ekonomi rumah tangga seperti tingkat pendapatan, harga
pangan, selera dan kebiasaan makan. Dalam analisis pola konsumsi, faktor sosial
budaya didekati dengan menganalisa data golongan pendapatan rumah tangga.
Sedangkan letak geografis didekati dengan lokasi desa-kota dari rumah tangga
yang bersangkutan.
Pola konsumsi pangan juga dipengaruhi
oleh karakteristik rumah tangga yaitu jumlah anggota rumah tangga, struktur
umur jenis kelamin, pendidikan dan lapangan pekerjaan. Dengan menggunakan
data Susenas dapat dianalisis beberapa faktor yang mempengaruhi konsumsi
pangan wilayah dan dilakukan melalui tabulasi dengan mengelompokkan data
konsumsi pangan sebagai berikut :
1.
Data konsumsi dan pengeluaran pangan dilakukan pengelompokkan menjadi 9
kelompok pangan .
2.
Pendapatan rumah tangga didekati dengan pengeluaran rumah tangga untuk
kebutuhan pangan dan non pangan dikelompokkan (1) di daerah pedesaan dan (2) di
daerah perkotaan.
3.
Pendapatan rumah tangga juga didekati dengan pengelompokkan tingkat pengeluaran
berdasarkan golongan pengeluaran perkapita perbulan.
4.
Dalam melakukan analisis, berbasis pada :
-
Angka kecukupan energi rata-rata untuk Indonesia pada tingkat konsumsi sebesar 2200 Kkal/orang/hari dengan tingkat
ketersediaan sebesar 2500 Kkal/orang/hari.
-
Angka kecukupan protein rata-rata untuk penduduk Indonesia sebesar 50
gram/orang/hari pada tingkat konsumsi dan 55 gram/orang/hari pada tingkat
ketersediaan.
-
Angka kecukupan konsumsi lemak minimum setara dengan 10 % dari total energi dan
maksimum 25 % dari total energi, dengan konsumsi yang bersumber dari lemak
rata-rata sebesar 20 %.
Pengembangan pola konsumsi Tingkat Rumah
Tangga.
Sesuai dengan tujuan dari upaya
pengembangan konsumsi pangan yaitu untuk memperbaiki mutu gizi melalui
penganekaragaman menu makanan sehari-hari, dan penyediaan bahan
makanan yang beranekaragam termasuk penyediaan protein nabati dan hewani,
sejauh mungkin memperhatikan pola konsumsi masyarakat setempat.
Dalam upaya pengembangan konsumsi
pangan tersebut, perlu disusun pedoman perencanaan menu seimbang yang dapat
digunakan untuk bahan penyuluhan bagi petugas maupun sebagai pedoman di tingkat
rumah tangga.
Pedoman Perencanaan Menu Seimbang
merupakan suatu pedoman gizi yang berisi pesan-pesan praktis bagi masyarakat
untuk menyusun menu makanan yang sehatdan seimbang.
Pengembangan pola konsumsi pangan
ditingkat rumah tangga dilaksanakan dengan menggunakan petunjuk dan pedoman
sederhana penyusunan menu seimbang, dengan langkah-langkah berikut
:
a.
Menentukan Komposisi Anggota Keluarga
Petunjuk
singkat dibawah ini menyajikan contoh cara menyusun menu berdasarkan
kesimbangan pola konsumsi yang disarankan untuk satu keluarga. Misalnya satu
keluarga terdiri dari Bapak, Ibu dan dua anak dengan aktivitas sedang, maka
kecukupan energi dan protein keluarga tersebut sebagai berikut
Tabel 2 : Angka Kecukupan Energi dan Protein Keluarga.
Anggota Keluarga
|
Umur
(Th)
|
Kecukupan
|
|
Energi (Kal)
|
Protein (gr)
|
||
Ayah
Ibu
Anak ke-1
Anak ke-2
|
35
32
7
3
|
3000
2250
1900
1250
|
55
48
37
23
|
8400
|
163
|
Tabel diatas diperoleh dari kecukupan
yang tertera pada tingkat kecukupan energi yang dianjurkan rata-rata perorang
per hari berdasarkan tingkatan umur seperti tercantum pada Tabel 3, sehingga
diperoleh total kecukupan energi dan protein bagi keluarga sebesar 8400 kalori
dan 163 gram protein, 20% (32,6 gram) dari hewani dan sisanya dari nabati.
Tabel 3. Angka kecukupan energi
dan protein
dianjurkan rata-rata per orang per hari.
Golongan Umur
|
Energi (Kkal)
|
Protein (gram)
|
0 – 6 bl
7 – 12 bl
1 – 3 th
4 – 6 th
7 – 9 th
Pria
10 – 12 th
13 – 15 th
16 – 19 th
20 – 59 th
> 60 th
Wanita
10 – 12 th
13 – 15 th
16 – 19 th
20 – 50 th
> 50 th
Hamil
Menyusui
0 – 6 bl
7 – 12 bl
|
560
800
1250
1750
1900
2000
2400
2500
Ring 2800
Sdg 3000
Brt 3600
2200
1900
2100
2000
Ring 2050
Sdg 2250
Brt 2600
1850
+ 285
+ 700
+ 500
|
12
15
23
32
37
45
64
66
55
55
55
55
54
62
51
48
48
48
48
+ 12
+ 16
+ 12
|
Sumber : Widiakarya Nasional Pangan dan Gizi 1993 LIPI
b.
Pemilihan Bahan PangaN
Setelah ditetapkan
kebutuhan masing-masing keluarga dalam bentuk kilo kalori untuk energi
dan gram untuk protein, maka baru ditetapkan jenis bahan pangan yang akan
dipilih dalam susunan menu makanan, yang terdiri dari sumber karbohidrat, lauk
pauk (sumber protein), sayur dan buah (sumber vitamin dan mineral).
Begitu pula dengan komoditi yang lain.
Dari perhitungan diatas dapat diperoleh gambaran menu seimbang bagi satu
keluarga sebagai berikut :
No
|
Kelompok Bahan Pangan Komoditas
|
Proporsi Bahan Pangan Thdp Total Kalori (%)
|
Kandungan
|
Berat Bahan Mentah
|
||
Energi
(Kal)
|
Protein
(gr)
|
(Gr)
|
(URT)
|
|||
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
|
Padi-padian (beras)
Umbi-umbian (ubi Jalar)
Pangan Hewani
(telur ayam ras)
Kacang-kacangan (tempe)
Buah biji berminyak (Kelapa)
Minyak dan lemak
(m. goreng)
Gula
Sayur dan buah
(bayam)
(pisang)
Lain-lain
|
58,4
8,4
6,5
5,3
2,0
7,0
5,3
4,0
3,0
|
4.906
706
546
445
168
588
445
136
200
260
|
92,7
7,6
34,9
54,7
1,6
0,7
0,0
6,2
1,8
-
|
1363
494
303
299
84
68
122
249
152
-
|
14 gls
4 bh sdg
5 butir
12 ptg sdg
1/3 btr
7,5 sdm
15 sdm
12 gelas*
3 bh sdg
-
|
8.400
|
200,4
|
*) sayuran siap masak (segar)100
gram = 1 gls setelah dimasak dan ditiriskan
URT : Ukuran Rumah
Tangga Gls :
gelas Sdm : Sendok makan
Bh :
buah
sdg : sedang ptg : potong
kc : kecil
Terlihat pada tabel di atas bahwa
kecukupan gizi keluarga yaitu sebesar 8.400 kalori dan 163 gram protein dapat
dipenuhi. Selanjutnya perlu diperhatikan pula distribusi/pembagian makanan
didalam keluarga. Sesuaikan porsi untuk ayah, ibu dan anak dengan kecukupan
gizi yang diperlukan dan harus dipen
Petunjuk Penggunaan Bahan Penukar
Penggunaan aneka ragam bahan pangan
yang tersedia dalam konsumsi sehari-hari dapat dinyatakan dalam satuan bahan
penukar. Sebagai informasi dibawah ini dijelaskan beberapa komoditas bahan
pangan pilihan lengkap dengan jenis bahan penukarnya, dengan menggunakan ukuran
rumah tangga(URT).
Beberapa jenis bahan pangan yang
dapat dijadikan sebagai sumber energi (bahan pangan pokok) :
1 satuan padanan mengandung 175 Kalori, 4 gram protein dan 40 gram
karbohidrat :
-
Nasi
100 gram
= ¾ gls
-
Jagung 100
gram
= ¾ gls
-
Singkong 100
gram
= 1 ptg sdg
-
Ubi Jalar 150
gram
= 1 bj sdg
-
Kentang 200
gram
= 2 bj sdg
-
Sagu 40
gram = 7 sdm
-
Terigu
50
gram
= 8 sdm
-
Talas
200
gram = 1 bj sdg
-
Mie basah 100 gram
= 1 ½ gls
-
Mie kering 50
gram
= 1 gls
-
Bihun
50
gram
= ½ gls
-
Roti
80
gram
= 4 iris
Protein nabati : 1 satuan padanan mengandung 80 kalori,
6 gram protein, 3 gram lemak dan 8 gram karbohidrat:
-
Tahu
100
gram
= 1 bj besar
- Kacang tanah
20
gram
= 2 sdm
- Kacang hijau
25
gram
= 2 ½ sdm
- Kacang kedelai 25
gram
= 2 ½ sdm
- Tempe
50 gram
= 2
ptg sdg
-
Oncom
50
gram
= 2 ptg sdg
Protein hewani : 1 satuan padanan mengandung 95 kalori,
10 gram protein,dan 6 gram lemak :
- Daging
sapi 50
gram
= 1 ptg sdg
- Daging
ayam 50
gram
= 1 ptg sdg
- Ikan
basah 50
gram
= 1 ptg sdg
-
Udang
50
gram
= 1/4 gls
- Ikan
asin 25
gram
= 1 ptg sdg
- Ikan
teri 25
gram
= 2 sdm
- Telur
ayam Kampung
75 gram = 2 btr
- Telur ayam
negri
60 gram = 1 btr bsr
- Telur bebek 60
gram = 1 btr
Kelompok susu merupakan sumber protein,
lemak, karbohidrat, Vitamin (terutama vitamin A dan
niacin) serta mineral (kalsium dan fosfor). 1 satuan padanan
mengandung 110 kalori, 7 gram protein, 9 gram kiarbohidrat dan 7 gram
lemak.
- Susu sapi
200 gram
= 1 gls
- Susu kambing
150 gram =
¾ gls
- Susu kental tak manis 100
gram = ½ gls
- Susu bubuk
25
gram
= 5 sdm
-
Yoghurt
200 gram
= 1 gls
Kelompok minyak, bahan makanan
ini hampir seluruhnya terdiri dari lemak. 1 satuan padanan mengandung 45 kalori
dan 5 gram lemak.
- minyak
goreng 5 gram
= ½ sdm
- minyak
ikan 5
gram
= ½ sdm
-
margarin
5
gram
= ½ sdm
-
kelapa
30
gram
= 1 ptg kcl
- kelapa
parut 30
gram
= 5 sdm
- santan
50
gram
= ½ gls
- lemak sapi
5
gram
= 1 ptg kcl
Ket :
gls
=
Gelas
btr = Butir
sdm = Sendok Makan
kcl = Kecil
ptg =
Potong
sdm = Sedang
bj =
Biji
bsr = Besar
PENUTUP
Kesimpulan
Pedoman ini disusun sebagai penjabaran
program pengembangan konsumi pangan yang perlu dikembangkan dan dimodifikasi
sesuai dengan kondisi dan permasalahan daerah. Penerjemahan dan penguraian
kegiatan secara lebih dalam perlu melibatkan lintas sektoral terkait, lembaga
swadaya masyarakat, organisasi profesi dan para pakar pangan dan gizi melalui
suatu pertemuan untuk membuat konsensus dan penyusunan kegiatan sesuai tugas
pokok dan fungsi masing-masing lembaga serta kondisi kemampuan dan permasalahan
masing-masing wilayah. Penjabaran kegiatan tersebut diarahkan pada perencanaan
jangka pendek (satu tahun), jangka menengah (tahun 2002-2004) dan jangka
panjang (sampai dengan tahun 2020).
Pemantauan dan pengendalian perlu
dilaksanakan untuk mengevaluasi dan mengamati setiap pelaksanaan kegiatan baik
dari aspek perencanaan maupun pelaksanaan agar setiap permasalahan ataupun
penyimpangan dapat segera diklarifikasi dan dapat diperbaiki sehingga dalam
pelaksanaan kegiatan dapat diselenggarakan sesuai dengan rencana.
DAFTAR PUSTAKA
http://kambing.ui.ac.id/bebas/v12/artikel/pangan/DEPTAN/materi-pendukung/Pedum%20pengemb%20Konsumsi%20Pangan.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar